f

Berdamai Dengan Kehilangan

/
0 Comments




    Saat itu, rasanya semua berjalan biasa-biasa saja dan tampak normal. Tak ada keraguan bahkan kecemasan yang menderu hati. Tak ada tanda tanya yang masuk tanpa permisi. Aku tak menyangka waktu yang kuhabiskan bersamamu berlalu begitu cepat. Apakah detik memang mampu berlalu secepat itu? Apakah tahun yang berganti, memang mampu berlari tanpa menunggu?. Ah, aku tahu jawabannya. Mungkin karena terbiasa, bersua denganmu di setiap kesempatan bukanlah hal istimewa. Itu sebabnya sadarku menjadi bias, aku kira semua berjalan sesuai dengan jalur indah yang ku harapkan.
    Oh ya, aku lupa bahwa kita sudah lama tak bertukar kabar. Aku lupa karena aku kira kita masih seperti biasa. Apakah hanya aku yang merasa bahwa kita tetap sama? Jika iya, aku akan pura-pura tak tahu. Kau tak perlu menjawabnya. Nanti aku yang malu. Karena bisa jadi, aku satu-satunya orang yang merindukanmu.
    Sekarang masih sore. Pukul lima. Di luar sedang hujan. Tiba-tiba aku ingat, ini bulan Desember. Waktu kau bilang bahwa sepertinya kita sudah tidak bisa bersama, ternyata sudah hampir dua bulan. Tuh kan, aku lupa lagi. Baru saja aku hendak membuka smartphoneku. Mau bilang, “Keluar yuk? Laper”. Di luar masih hujan, lidahku kelu memandang benda canggih berbentuk persegi panjang itu. Kenapa tak berdering? atau bergetar sekalipun ? sekali saja. Hh, jadi begini, hanya aku satu-satunya  yang masih menanti kabar.
    Aku bukannya menyesali dan berlaku bodoh dalam menyikapi hal ini. Hanya saja, ternyata sulit. Sulit untuk mengakui bahwa ada kenangan yang mendadak harus dihapus secara paksa. Mungkin tak masalah jika tetap tinggal, tapi lambat laun, hal itu semakin asing dan menyayat. Sulit untuk sekedar percaya, bahwa kau melakukan semua ini atas nama kebaikan. Kebaikan kita bersama kau bilang. Sulit untuk bersedia kalah dari seseorang yang awalnya tak ku kenal, yang awalnya tak pernah ku sapa, justru menjadi bagian penting dalam relungmu kali ini. Sempat aku egois, dan merasa bahwa tindakanmu ini seperti anak kecil yang masih plinplan. Tapi nyatanya, aku menyayangi anak kecil itu. Dan nyatanya memang sulit, merelakanmu pada seseorang yang telah menunggumu di trotoar malam itu. Parasnya manis, nampak cerdas dan berkelas. Sulit untuk mengakui bahwa ia lebih baik dariku. Dan sekali lagi, ternyata sulit, untuk berdamai dengan kehilangan...
   


You may also like

Tidak ada komentar:

Flickr Images

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Sandi Ovinia Putri

Tulisan tidak hanya berhenti di satu masa dan hanya satu kepala.
Tulisan bisa lebih kuat dari pada peluru, sebab ia mampu menembusa daya pikir kita.

Popular Posts