f

Resensi Buku "RONGGENG DUKUH PARUK"

/
0 Comments
Ronggeng Dukuh Paruk

JUDUL           : RONGGENG DUKUH PARUK
PENULIS       : AHMAD TOHARI
TAHUN          : 2003
PENERBIT     : GRAMEDIA
JUMLAH        : 408 hal

Sebuah tempat kecil yang miskin, bodoh, dan cabul!
            Novel luar biasa karya Ahmad  Tohari yang sempat diangkat ke layar lebar dengan judul Sang Penari ini memang sangat menarik untuk diulas. Kisah dalam buku yang menggambarkan sebuah tempat bernama dukuh Paruk yang semua masyarakatnya begitu menghormati dan memuja nenek moyang mereka bernama Ki Secamenggala. Dukuh yang tetap miskin, bodoh dan cabul menjadi ciri khas utama dukuh ini. Dukuh Paruk, meskipun dalam keadaan paling melarat sekalipun, namun masih memiliki sebuah kebanggaan akan kesenian rakyat mereka yang biasa disebut dengan Ronggeng. Belasan tahun yang lalu, ronggeng terakhir dukuh Paruk meninggal dunia akibat tragedi racun tempe bongkrek yang dijual oleh salah satu penduduk bernama Santayib. Sejak saat itu, tidak pernah ada lagi seorang ronggeng yang dapat dibanggakan oleh dukuh Paruk. Tanpa ronggeng, tanpa irama calung dan seloroh tembang berahi, dukuh Paruk kehilangan kesejatiannya. Dukuh Paruk bukanlah dukuh Paruk.
            Namun, segalanya berubah tatkala Sakarya, kamituwa dukuh Paruk memergoki cucu perempuannya yang masih berusia 11 tahun, Srintil menari dengan begitu luwesnya sambil menembang tembang-tembang yang biasa dikeluarkan mulut seorang Ronggeng. Di bawah pohon nangka ditemani tiga teman lelakinya, Rasus, Warta dan Darsun, perempuan kecil itu bak ronggeng sungguhan yang telah dihinggapi arwah indang, begitu rakyat menyebutnya. Maka sejak itu, dukuh Paruk sedikit demi sedikit kembali berseri dan menyambut lahirnya sosok ronggeng baru bernama Srintil yang ayu dan kenes.
            Srintil yang beranjak dewasa mulai menjalani kehidupan sebagai seorang ronggeng yang dielu-elukan, dipuji dan didambakan setiap orang. Terlebih oleh para kaum lelaki yang mampu membayarnya lebih. Tentu saja membayar dirinya dalam arti yang paling primitif, bukan sekedar menari atau melantunkan  tembang-tembang birahi. Srintil menjalani berbagi ritual khas ronggeng dukuh Paruk didampingi oleh Nyai Kertareja beserta suami yang merupakan dukun ronggeng yang amat dihormati. Dukuh Paruk telah bangun, mereka semua bersukacita dan saling berebut memberi kebaikan apapun terhadap Srintil.
            Kesenangan yang meluap-luap pada diri setiap masyarakat dukuh Paruk tidak dirasakan sama sekali oleh Rasus, pemuda yang menaruh hati pada Srintil. Baginya, dukuh Paruk telah merebut satu-satunya perempuan yang ia yakini sebagai figur perempuan sejati yang bahkan dia samakan seperti emaknya sendiri. Emak yang dari kecil belum pernah ia lihat sekalipun. Rasus tidak rela melihat Srintil menjadi seorang Ronggeng yang tanpa bisa dihindari, kecantikan dan kemolekan tubuhnya bisa dinikmati khalayak umum. Terlebih oleh para priyayi atau pegawai pemerintah yang memiliki uang banyak.
            Rasus memutuskan untuk pergi merantau menjadi salah satu pesuruh anggota batalion, dan kemudian dia diangkat menjadi seorang tentara yang tentu saja selalu pergi ketempat yang jauh. Hal itu menjadi salah satu cara Rasus untuk merelakan Srintil menjadi kepunyaan dukuh Paruk. Kepunyaan orang-orang hidung belang yang berjiwa petualang dan mempunyai harta berlimpah.
            Sepeninggal Rasus, Srintil masih beberapa kali melayani tamu yang memberikannya batangan emas dan perhiasan. Namun tidak pernah sekalipun perempuan yang memiliki paras ayu alami itu melupakan Rasus dalam kehidupannya. Kejayaan dukuh Paruk beserta ronggengnya terjadi pada tahun 1960 an dimana Srintil dan para penabuh calung sering diundang pentas dalam acara-acara pemerintah bersama seorang aktivis partai politik bernama Kang Bakar. Seseorang yang disegani dan dituruti semua perkataannya oleh masyarakat dukuh Paruk. Seseorang yang mengenalkan huruf dan radio pada mereka, seta seseorang yang paling semangat menggembar-gemborkan keadilan rakyat yang tertindas.
            Namun, geger Komunis pada tahun 1965 telah menghancurkan dukuh Paruk yang bodoh, miskin dan cabul itu karena kedunguannya. Orang-orang yang terlibat rapat dan kampanye yang dipimpin oleh Bakar menjadi tahanan pemerintah selama berminggu-minggu. Srintil, Sakum sang penabuh calung, Nyai kertareja, Sakarya dan semua masyarakat dukuh Paruk menjadi tahanan yang disalahkan dalam geger politik pada zaman itu. Bahkan mereka sendiri tidak mengerti mengapa mereka ditahan dan apa yang sebenarnya mereka lakukan?.
            Menjadi tahanan yang hampir 2 tahun lebih, merubah pribadi Srintil sebagai seorang Ronggeng. Bahkan ketika Rasus mengunjunginya di tahanan, Srintil yang ia kenal bukan lagi Srintil yang dulu. Srintil yang ayu, kenes dan murah senyum. Srintil seolah menjadi patung yang bernafas. Kaku, pucat. Dukuh Paruk yang terbakar dan masih saja bodoh menjadi salah satu sakisi perubahan zaman yang ganas dan kejam. Kejam terhadap tanah air Rasus. Tanah yang kecil dan dungu!.
            Semenjak dikeluarkan dari tahanan dan menjalani wajib lapor selama satu minggu sekali ke kantor kecamatan Dawuan, Srintil tidak lagi seceria biasanya. Dia begitu tersiksa dan kehilangan martabat sebgai seorang perempuan yang baru disadarinya. Kini ia mengubah pola pikir bahwa menjadi Ronggeng adalah suatu kebanggan. Namun ternyata kebanggaan itulah yang menyeretnya untuk menderita ditahanan selama 2 tahun dan menjadi salah satu bagian kesalahan hidup yang terbesar. Maka Srintil memtuskan untuk berhenti meronggeng meskipun banyk tawaran lelaki yang mendatanginya. Srintil berubah menjadi seorang perempuan somahan yang ikut nnegasuh anak tetangganya bernama Goder. Bersama bocah kecil itu, Srintil kembali menemukan harapan hidup. Kini, ia mengubah penampilannya dengan menyanggul rambutnya tidak terlalu tinggi supaya tidak bisa memamerkan tengkuknya yang dulunya merupakan daya tarik setiap lelaki yang melihatnya. Kebayanya tidak begitu ketat dan menutupi betis. Srintil benar-benar ingin berubah menjadi perempuan yang menjadi seorang istri laki-laki tertentu. Bukan perempuan milik umum!.
            Harapannya untuk kembali dihargai mulai tumbuh ketika seorang priyayi dari Jakarta yang sedang bekerja menyelesaikan proyek irigasi di sekitar dukuh Paruk mencoba mendekatinya. Laki-laki ini menunjukkan sikap sejati seorang lelaki yang baik dan bersungguh-sungguh. Sopan dan tak pernah sekalipun menyentuh Srintil. Laki-laki yang mapan dan sopan tersebut bernama Bajus. Namun ketika Srintil telah lambat laun melupakan Rasus dan berharap segera dipersunting Bajus, Bajus ternyata hanya menipu Srintil untuk ditawarkan kepada salah satu bosnya dengan imbalan proyek dan beberapa lembar uang. Dan Bajus sendiripun adalah lelaki impoten yang tak bisa mengawini Srintil.
            Hidup Srintil seperti dijungkir balikan dengan begitu keras ketika ia sudah membulatkan tekad untuk menjadi perempuan yang jauh lebih bermartabat. Akhir dari buku yang merupakan trilogi Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus dan Jantera Bianglala ini ialah bahwa seorang ronggeng dukuh Paruk yang begitu dielu-elukan berubah menjadi perempuan tidak waras yang harus menderita akibat berbagai macam kekejaman zaman dan lelaki yang dikira mau menjadikannya istri. Rasus yang baru pulang dari dinas keluar Jawa membawa Srintil kerumah sakit jiwa dan mengakui bahwa Srintil adalah calon istrinya kepada dokter dan perawat disana dan bertekad untuk menggiring kampung halamannya agar lebih baik dan bangkit dari kebodohan, kedunguan dan kemelaratannya dengan cara memperkenalkan mereka semua pada Sang Wujud yang serba Tanpa Batas!

Hal-hal yang menarik dalam buku ini
            Ahmad Tohari begitu luwes dan sangat pandai mendongeng tentang alam dan lingkungan pedesaan yang begitu alami. Seakan-akan pembaca diajak masuk kedalam sebuah dukuh yang jorok, bodoh dan penuh seruan cabul tersebut. Salah satu buktinya banyak sekali umpatan asu buntung atau bajul buntung yang digunakan oleh tokoh dalam buku. Seolah-olah mereka mengajak pembaca untuk memasuki dunia mereka tanpa sungkan-sungkan.
            Buku ini berisi berbagai macam budaya zaman dulu seperti pekasih atau susuk, tembang-tembang jawa kuno dan bahkan permainan anak-anak dukuh Paruk yang melarat. Begitu nyata ketuka dibaca bahkan berulang-ulang kali. Bagaimana masyarakat dukuh Paruk begitu mencintai nenek moyang dan membanggakan profesi Ronggeng sampai-sampai para istri berebut untuk memberikan suami mereka kepada Srintil sungguh merupakan hal yang aneh sekaligus bodoh namun merupakan daya tarik tersendiri bagi pembaca. Ada banyak warna lain dalam kisah buku ini, budaya yang aneh, namun begitu terrasa biasa bahkan ganjil jika tidak dilakukan.
            Bahkan salah satu ritual sebelum sah menjadi ronggeng juga menarik perhatian para pembaca mislanya ritual bukak klambu dimana diadakan sayembara bagi semua laki-laki yang mampu memeberikan batangan emas untuk bisa tidur satu malam bersama ronggeng tercantik kala itu merupakan budaya yang terdengar aneh namun selalu mereka lakukan tanpa merasa ada yang salah atau melampaui batas. Seperti yanag telah diketahui, dukuh Paruk memang bodoh, miskin dan cabul! Itulah daya tarik yang mendominasi dalam buku ini.


           


You may also like

Tidak ada komentar:

Flickr Images

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Sandi Ovinia Putri

Tulisan tidak hanya berhenti di satu masa dan hanya satu kepala.
Tulisan bisa lebih kuat dari pada peluru, sebab ia mampu menembusa daya pikir kita.

Popular Posts