f

Resensi Buku "PAGI GERIMIS"

/
0 Comments

Cover depan buku


JUDUL           : PAGI GERIMIS
PENULIS       : NURHASANAH
PENERBIT     : ELEX MEDIA KOMPUTINDO
JUM. HAL      : 292 + COVER
TAHUN          : 2016
                
Untuk Anda Yang Kelak Merindukan Suasana Kampung.
            Buku berjudul Pagi Gerimis karya Nurhasanah ini dipersembahkan untuk setiap orang yang kelak mungkin akan merindukan suasana kampung halaman yang dengan polosnya masih begitu sederhana dan apa adanya. Penulis kelahiran Tegal yang sempat menempuh pendidikan Sastra Indonesia di Universitas Padjadjaran ini menceritakan sebuah keluarga miskin di kampung bernama Cemplong. Keluarga sederhana tersebut memiliki seorang anak laki-laki, dan dua anak perempuan.
           Sri dan Bawon, kakak beradik yang ingn bertukar peran dan lahir serta tumbuh dalam keluarga papa. Akankah gerimis yang selalu menyahut pagi mereka, menjadi pelangi? Ataukah menjadi badai? Begitulah konflik yang sebenarnya dibahas dalam buku ini.
            Anak perempuan pertama bernama Sri yang begitu cantik dan centil, sedang anak perempuan kedua bernama Bawon yang pendiam, pemalu dan menarik diri dari lingkungan sosial. Berbeda dari kakaknya, Bawon selalu takut dan tidak percaya diri karena dia memiliki gigi yang tongos, tidak cantik seperti Sri. Bawon tumbuh sebagai anak kecil yang selalu menyendiri dan menciptakan teman khayalan sebab teman-temannya selalu mengejeknya. Ia menghabiskan waktunya dengan Gadis Kecil di Dasar Sumur,atau Bocah Ayu di Pekarangan, dan semua itu hanyalah teman khayalan Bawon. Menurut masyarakat Cemplong, Bawon ialah anak orang gila yang dirawat oleh emak dan bapak Sri sebab tidak ada satu orang pun yang mau merawatnya.
            Sementara Sri tumbuh dengan sifat centil dan kepercayaan dirinya yang menjadi salah satu pembuat masalah dalam keluarga. Bandel, keras kepala, dan bertindak ceroboh. Bahkan karena dianggap sudah mempermalukan orang tua karena merusak hubungan rumah tangga orang, Sri dan keluarga diusir dari Cemplong dan akhirnya mengonrak sebuah rumah di Kedung Jambu. Ketika beranjak remaja, Sri menjadi kembang desa yang kemudian dilamar oleh anak juragan Bawang, namun kisruh kampanye berbagai partai membuat Sri harus merelakan kegadisannya untuk seorang pemuda bernama Untung yang pernah ditolak lamarannya oleh Sri. Sri rela menyerahkan kegadisannya tersebut untuk menyelamatkan keluarganya dari kisruh kampanye yang juga diikuti oleh Untung dan minggat ke Jakarta, sebuah kota yang diimpikannya sejak kecil.
            Setelah itu, emak Sri menyuruh Bawon untuk menggantikan Sri menjadi istri anak juragan Bawang. Namun, Bawon yang masih kelas 5 SD tersebut juga memutuskan minggat dari rumah karena tidak mau hidup bersama lelaki yang bukan pujaannya. Waktu terus berjalan hingga akhirnya Bawon me nikah dengan pemuda juling bersma Kasum yang mencintainya dengan apa adanya meskipun Kasum bertemperamen kasar. Sementara Sri, telah menikah dengan seorang pemilik took di Jakarta dan memiliki seorang anak.
            5 tahun lebih telah berlalu, Sri memutuskan kembali ke kampung meskipun dalam hati tidak yakin keluarganya masih mau menerimanya. Di kedung Jambu, dia mendapati Bawon diasuh oleh seorang Bandar togel yang ternyata adalah ibu kandung Bawon sendiri. Isu bahwa Bawon adalah anak dari orang gila ternyata tidak benar. Ketika Sri mengajak Bawon tinggal bersama, Bawon menolaknya dan pergi menghilang… Bawon menyimpan cinta yang tulus pada seorang pemuda bernama Bima yang dulu hendak dinikahinya untuk menggantikan Sri. Ah, jika dulu aku tidak minggat pasti aku sudah bersama mas Bima, bukan Mas Kasum yang juling itu, sesal Bawon dalam hati. Akhir dari buku ini menjadi akhir yang menggantung, namun cenderung pada sad ending. Keluarga Sri yang tercerai berai dan nasib saudaranya yang tidak jelas menjadi penutup pada bab terakhir buku berjudul Pagi Gerimis ini.
                                                    
Kelebihan dan Kekurangan Buku
            Kelebihan dalam buku ini, penulis mampu menggambarkan suasana kampung melalui budaya bermain anak-anak zaman dulu, tutur kata serta pekerjaan-pekerjaan tani dan buruh serta anggota keluarga yang merantau di kota. Penulis mampu melukiskan kesederhanaan sebuah kampung yang mampu membuat pembaca ingin mendengar lagi bagaimana kabar kampung halamannya?. Tokoh-tokoh dalam cerita juga dibuat sedemikian rupa khas orang kampung yang apa adanya. Kekurangan dari buku ini, penulis memunculkan tokoh-tokoh baru di tengah cerita yang agak membingungkan dan menghilangakan atau tidak membahas sama sekali tokoh-tokoh yang muncul saat awal cerita, sehingga terkesan tidak menyatu antara baba satu dengan yang yang lain meskipun sebenarnya membahas hal atau tokoh yang sama


You may also like

Tidak ada komentar:

Flickr Images

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Sandi Ovinia Putri

Tulisan tidak hanya berhenti di satu masa dan hanya satu kepala.
Tulisan bisa lebih kuat dari pada peluru, sebab ia mampu menembusa daya pikir kita.

Popular Posts